Minggu, 14 Maret 2010

Diuretikum

Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urine yang lebih banyak. Jika pada peningkatan ekskresi air, terjadi juga peningkatan ekskresi garam-garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (diuretika dalam arti sempit). Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretika bukan ‘obat ginjal’, artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal, demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika diperlukan dialisis, tidak akan dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini. Beberapa diuretika pada awal pengobatan justru memperkecil ekskresi zat-zat penting urine (dengan mengurangi laju filtrasi glomerulus) sehingga akan memperburuk insufisiensi ginjal.

Dengan demikian yang dapat digunakan secara terapeutik hanyalah kemampuannya untuk mempengaruhi gerakan air dan elektrolit dalam organisme. Pengaruhnya terhadap proses transport hanya seakan-akan saja khas terhadap ginjal. Karena konsentrasi diuretika pada saat melewati nefron meningkat dengan hebat, maka efeknya pada ginjal (efek diuretik) dibandingkan dengan efek pada organ lain, dominan.

Pengembangan baru saluretika berkhasiat tinggi menyebabkan preparat lama umumnya sudah kadaluarsa. Ini terutama berlaku untuk preparat yang mengandung simplisia dengan minyak atsiri, senyawa raksa atau turunan xantin. Juga osmodiuretika dan inhibitor karbonanhidratase sudah jarang digunakan kecuali untuk indikasi khusus tertentu.

Ada beberapa jenis diuretik yang sudah dikenal dan sering digunakan dalam pengobatan pasien dengan masalah gangguan cairan dan elektrolit. Jenis-jenis tersebut adalah:

1.

Diuretik osmotic

2.

Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

3.

Diuretik golongan tiazid

4.

Diuretik hemat kalium

5.

Diuretik kuat

1. Diuretik osmotik

Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja:

a. Tubuli proksimal

Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.

b. Ansa enle

Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.

c. Duktus Koligentes

Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.

2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat. Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.

3. Diuretik golongan tiazid

Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.

4. Diuretik hemat kalium

Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida).

5. Diuretik kuat

Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid.

Penggunaan klinik diuretik

1. Hipertensi

Guna mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah (tensi) menurun.

2. Payah jantung kronik kongestif

3. Udem paru akut

Biasanya menggunakan diuretik kuat (furosemid)

4. Sindrom nefrotik

Biasanya digunakan tiazid atau diuretik kuat bersama dengan spironolakton.

5. Payah ginjal akut

Manitol dan/atau furosemid, bila diuresis berhasil, volume cairan tubuh yang hilang harus diganti dengan hati-hati.

6. Penyakit hati kronik

Spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretik kuat).

7. Udem otak

Diuretik osmotik

8. Hiperklasemia

Diuretik furosemid, diberikan bersama infus NaCl hipertonis.

9. Batu ginjal

Diuretik tiazid

10. Diabetes insipidus

Diuretik golongan tiazid disertai dengan diet rendah garam

11. Open angle glaucoma

Diuretik asetazolamid digunakan untuk jangka panjang.

12. Acute angle closure glaucoma

Diuretik osmotik atau asetazolamid digunakan prabedah. Untuk pemilihan obat Diuretika yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter.

Mekanisme Kerja Diuretika

Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih (dan demikian juga dari air) diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain, yakni:

  1. Tubuli proksimal. Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secara aktif untuk kurang lebih 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol, sorbitol) bekerja di sini dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium.
  2. Lengkungan Henle. Di bagian menaik dari Henle’s loop ini kurang lebih 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+ tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan seperti furosemida, bumetanida dan etakrinat, bekerja terutama di sini dengan merintangi transport Cl- dan demikian reabsorpsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak.
  3. Tubuli distal. Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorpsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5 – 10 %. Di bagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+; proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bertitik kerja di sini dengan mengakibatkan ekskresi Na+ (kurang dari 5%) dan retensi K+.
  4. Saluran pengumpul. Hormon antidiuretik ADH (vasopresin) dari hipofisis bertitik kerja di sini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.


Efek Samping

Efek-efek samping utama yang dapat diakibatkan diuretika adalah:

a. Hipokaliemia

b. Hiperurikemia

c. Hiperglikemia

d. Hiperlipidemia

e. Hiponatriemia

f. Lain-lain:

Gangguan lambung usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala, pusing dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan furosemida/bumetamida dalam dosis tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram G. 2004. Basic and Clinical Pharmacology. Prentice Hall.

Mycek, Mary J. 2001. Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology. Limppincott.

Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. ITB. Bandung.

Tanzil, S. 1992. Catatan Kuliah Farmakologi I. EGC. Jakarta

Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat-obat Penting. Gramedia. Jakarta.