Sejak kuliah profesi Apoteker, saya sering sekali mendengar dosen memberikan contoh-contoh kasus mengenai obat atau penyakit. Semuanya belum pernah saya dengar di bangku perkuliahan S1. Itu semua membuat saya terperanjat...Betapa obat adalah racun...bila dosis dan penggunaannya tidak diatur...Dan saya baru benar-benar menyadari betapa seorang apoteker berperan penting bagi miliaran nyawa manusia.. Semoga saya jadi Apoteker yang mumpuni kelak. Amin.
Tersebutlah beberapa dosen yang sering menceritakan kasus-kasus tentang penyalahgunaan obat, efek samping obat, pencabutan izin edar obat, dan lain-lain yang merupakan akibat dari kurangnya peran apoteker di masyarakat. Satu nama obat yang hits abis, yang sering diulang-ulang oleh mereka sehingga membuat saya ingin mencari tahu lebih dalam... plus membaginya dengan Anda semua...adalah Thalidomide.
Thalidomide merupakan suatu obat sedative hipnotik yang dikembangkan di Jerman Barat sekitar tahun 1954 untuk mengatasi insomnia. Namun dalam perjalanannya obat ini banyak disalahresepkan pada ibu hamil untuk mengatasi gejala mual dan muntah. Karena popularitasnya, dalam waktu 3 tahun setelah dipasarkan obat tersebut telah dikonsumsi secara besar-besaran di 46 negara di dunia. Belum genap 6 tahun menguasai pasar obat dunia, kisah tragis dan pilu muncul bersamaan.
Bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pada saat hamil mengkonsumsi thalidomide ditemukan cacat baik dalam bentuk Amelia (tidak memiliki tangan dan kaki), fokomelia (lengan dan kaki tidak lengkap), bibir sumbing (labioschisis), tanpa langit-langit (palatoschisis), tanpa mata (anophtalmus), tanpa telinga (anotia), tanpa tempurung kepala (anencephali), hingga abnormalitas berbagai organ tubuh. Pada pertengahan tahun 1962, Thalidomide dinyatakan ditarik dari peredaran di seluruh dunia. Yang paling tragis, untuk menghentikan tragedi obat ini diperlukan waktu yang amat panjang, yaitu 8 tahun dengan korban lebih dari 10.000 bayi cacat di seluruh dunia. Kasus ini menjadi "salah satu tragedi medis terbesar di masa modern".
Tersebutlah beberapa dosen yang sering menceritakan kasus-kasus tentang penyalahgunaan obat, efek samping obat, pencabutan izin edar obat, dan lain-lain yang merupakan akibat dari kurangnya peran apoteker di masyarakat. Satu nama obat yang hits abis, yang sering diulang-ulang oleh mereka sehingga membuat saya ingin mencari tahu lebih dalam... plus membaginya dengan Anda semua...adalah Thalidomide.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
Thalidomide merupakan suatu obat sedative hipnotik yang dikembangkan di Jerman Barat sekitar tahun 1954 untuk mengatasi insomnia. Namun dalam perjalanannya obat ini banyak disalahresepkan pada ibu hamil untuk mengatasi gejala mual dan muntah. Karena popularitasnya, dalam waktu 3 tahun setelah dipasarkan obat tersebut telah dikonsumsi secara besar-besaran di 46 negara di dunia. Belum genap 6 tahun menguasai pasar obat dunia, kisah tragis dan pilu muncul bersamaan.
Bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pada saat hamil mengkonsumsi thalidomide ditemukan cacat baik dalam bentuk Amelia (tidak memiliki tangan dan kaki), fokomelia (lengan dan kaki tidak lengkap), bibir sumbing (labioschisis), tanpa langit-langit (palatoschisis), tanpa mata (anophtalmus), tanpa telinga (anotia), tanpa tempurung kepala (anencephali), hingga abnormalitas berbagai organ tubuh. Pada pertengahan tahun 1962, Thalidomide dinyatakan ditarik dari peredaran di seluruh dunia. Yang paling tragis, untuk menghentikan tragedi obat ini diperlukan waktu yang amat panjang, yaitu 8 tahun dengan korban lebih dari 10.000 bayi cacat di seluruh dunia. Kasus ini menjadi "salah satu tragedi medis terbesar di masa modern".
SEJARAH THALIDOMIDE
Thalidomide dikembangkan oleh perusahaan farmasi Jerman Grünenthal di Stolberg dekat Aachen, meski pernyataan ini baru-baru ini ditentang. Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Dr Martin W Johnson, direktur Thalidomide Trust di Inggris, bukti rinci yang menunjukkan bahwa obat ini dikembangkan di Jerman pada tahun 1944, sepuluh tahun sebelum Grünenthal memegang patennya pada 1954. Sumber-sumber lain menyebutkan bahwa Thalidomide pertama kali disintesis oleh para ilmuwan Inggris di University of Nottingham pada tahun 1949.
Thalidomide, diluncurkan oleh Grünenthal pada tanggal 1 Oktober 1957, diindikasikan untuk sebagai penghilang rasa sakit yang efektif dan tranquiliser dan dinyatakan sebagai "obat ajaib" untuk insomnia, batuk, pilek dan sakit kepala.
Thalidomide juga digunakan sebagai antiemetik yang efektif yang memiliki efek menghilangkan morning sickness, dan ribuan wanita hamil menggunakan obat ini untuk meringankan gejala mereka karena efeknya yang luar biasa.
Dokter kandungan Australia William McBride dan dokter anak Jerman Widukind Lenz mencurigai adanya hubungan antara bayi cacat lahir pada periode itu (yang jumlahnya tidak wajar) dan obat Thalidomide. Hal ini dibuktikan oleh Lenz pada tahun 1961. McBride kemudian dianugerahi sejumlah penghargaan termasuk medali dan hadiah uang oleh L'Institut de la Vie di Paris. Dampaknya pada perkembangan embrio atau teratogenik, tidak ditemukan pada hewan eksperimen karena obat tidak mempengaruhi tikus dengan cara yang sama. Hal ini lah yang menyebabkan Thalidomide lolos uji.
Pada tahun 1962, Kongres Amerika Serikat memberlakukan peraturan yang mengharuskan uji keamanan obat yang digunakan selama kehamilan. Pada tahun ini, Thalidomide dilarang diresepkan atau dijual selama beberapa dekade.
MEKANISME TERATOGENIK THALIDOMIDE
"Ratusan penelitian telah mencoba untuk mengungkap mekanisme molekuler di balik teratogenik," kata Ulrich Rüther, biologi perkembangan dari Heinrich Heine University di Düsseldorf, Jerman.
Para ilmuwan telah menemukan mekanisme utama dimana thalidomide menyebabkan kaki cacat pada embrio. Hal ini merupakan efek samping yang diketahui setelah terjadi kecacatan pada ribuan bayi yang lahir dari ibu yang telah diresepkan Thalidomide untuk morning sickness.
Penelitian di jurnal Science mengungkapkan bahwa thalidomide mengikat dan menonaktifkan cereblon protein (CRBN), yang berperan sangat penting dalam pembentukan anggota tubuh.
Hasil temuan ini membantu pengembangan obat thalidomide agar menjadi obat yang lebih aman.
'Unknown Mechanism'
Thalidomide bisa efektif dalam pengobatan kanker tertentu dan kusta, tetapi kenyataan bahwa Thalidomide menyebabkan bayi lahir cacat bagi ibu hamil, maka penggunaannya tetap dianggap berisiko dan kontroversial.
Peneliti ingin mengembangkan obat dengan aktivitas serupa thalidomide, tetapi tidak mempengaruhi perkembangan anggota tubuh. Tim peneliti, yang dipimpin oleh Takumi Ito dari Tokyo Institute of Technology di Jepang, berhasil mengisolasi efek negatif dari obat ini.
Menggunakan teknologi yang dikembangkan 20 tahun lalu untuk mempelajari reseptor, peneliti mengidentifikasi salah satu ikatan mitra thalidomide oleh lapisan manik-manik magnet dengan turunan dari obat, kemudian menggunakan magnet untuk menarik keluar setiap protein yang terikat oleh obat dari ekstrak sel manusia. Tim mempersempit target obat untuk CRBN, ketika thalidomide terikat akan menghambat ekspresi faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk perkembangan sel-sel di kaki dan telinga.
Perbandingan Pertumbuhan Normal (bawah)
dengan
Pertumbuhan Abnormal (atas) --> CRBN yang ternonaktifkan Akibat Thalidomide
dengan
Pertumbuhan Abnormal (atas) --> CRBN yang ternonaktifkan Akibat Thalidomide
Ketika embrio ikan zebra diperlakukan dengan thalidomide, mereka menyadari bahwa pengembangan sirip dada dan pendengaran vesikula (setara dengan lengan dan telinga pada manusia) sangat kerdil. Dan ketika embrio itu kemudian disuntikkan dengan menggunakan versi mutan zCRBN (versi CRBN ikan zebra) yang tidak diikat oleh thalidomide, para peneliti mengidentifikasi bahwa mereka dapat menyelamatkan pertumbuhan anggota badan. Mereka validasi temuan lebih lanjut pada anak ayam.
"Cereblon merupakan target utama dari teratogenisitas thalidomide" tulis para peneliti dalam artikel di Jurnal Science mereka.
Dr Ito mengatakan kepada BBC News: "Meskipun mekanisme untuk efek teratogenik diketahui secara jelas, mekanisme untuk efek terapi yang tetap tidak diketahui.
"[Jika kita ingin mengembangkan] obat baru tanpa aktivitas teratogenik, penting untuk mengerti mekanisme ini ..."
PENELITIAN LANJUTAN
Minat pada thalidomide muncul kembali sekitar satu dekade yang lalu dan obat ini sekarang digunakan untuk mengobati salah satu komplikasi kusta dan kanker sel plasma yang dikenal sebagai multiple myeloma. Ini adalah pengobatan yang efektif untuk kanker karena menghentikan pembentukan sel-sel darah yang memberi makan tumor.
Neil Vargesson dari University of Aberdeen, Inggris, dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa kemampuan Thalidomide untuk menghambat perkembangan pembuluh darah. Mereka menunjukkan bahwa pembuluh darah terpengaruh sebelum perubahan dalam ekspresi gen yang bertanggung jawab atas anggota badan dalam embrio anak ayam.
Kemampuan untuk menyelamatkan pertumbuhan, bagaimanapun membuat Handa dan timnya berpikir ekspresi gen yang terkait dengan pembentukan ekstremitas yang datang terlebih dahulu. "Pada tahap ini, saya merasa bahwa pembuluh darah masih merupakan jaringan utama yang paling mungkin menjadi target dari efek merusak oleh thalidomide," kata Vargesson. Bagaimanapun pada saat ini, tidak jelas apakah CRBN memiliki peran dalam efek obat pada perkembangan pembuluh darah.
Semoga bermanfaat...
Semangat, Apoteker!!!
Referensi:
http://www.news-medical.net
http://news.bbc.co.uk.id.mk.gd/1/hi/sci/tech/8562998.stm
Profesor Iwan D, 2008.
Foto-foto diunduh di google.com